 |
Salah seorang aktivis Indonesia bangkit Kota Bandung di depan Gd. Sate.
|
BANDUNG, (PRLM).-Ratusan petani asal yang menamakan diri Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Jabar-Banten berdemonstrasi di depan Gedung Sate, Jln. Diponegoro, Kota Bandung, Jumat (29/7) siang. Para pendemo yang merupakan petani penggarap di Pangalengan Kab. Bandung itu, meminta PDAP (Perusahaan Daerah Agribisnis dan Pertambangan) untuk menghentikan aksi kriminalisasi terhadap petani penggarap. Mereka juga menuntut PTPN VIII bertanggung jawab atas tindakan kekerasan terhadap warga Walatra Kec. Pangalengan Kab. Bandung, pada Senin (25/7) silam.
Setiawan (60), seorang pendemo yang juga petani penggarap di sana, menceritakan, pada Senin (25/7) itu, warga diserang ratusan massa dari PTPN VIII. Warga yang diserang adalah warga korban gempa Jabar 2009 yang ditempatkan sementara di tanah HGU PTPN VIII (Walatra). Sementara penyerangnya adalah para buruh tani penggarap yang dipekerjakan PTPN VIII.
"Jadi bohong kalau PTPN bilang itu massa tidak dikenal. Kami mengenal betul mereka sebagai bagian dari PTPN VIII. Mereka tiba-tiba datang lalu memukul kami. Mereka juga menghina dan merusak rumah-rumah warga yang jumlahnya sekitar 75 kepala keluarga. Tidak sampai sana, mereka juga mencuri dan menjarah barang-barang yang ada di rumah warga. Empat orang warga mengalami luka-luka dan sempat dibawa ke rumah sakit," ujar Setiawan.
Yang membuat Setiawan dan para warga lainnya kian jengkel, ialah sikap kepolisian yang membiarkan peristiwa pengrusakan, penganiayaan dan penjarahan itu terjadi. "Polisi ada di sana tapi mereka diam saja. Tidak berusaha mencegah atau bagaimana. Kalau memang kalah jumlah, kan bisa diprediksi sebelumnya kalau bakal seperti itu soalnya jumlah penyerang banyak sekali. Anehnya lagi, tidak ada satupun dari para penyerang itu yang diamankan polisi. Kami, warga, tambah bingung. Kemana lagi harus cari perlindungan jika polisinya saja seperti berpihak ke perusahaan," kata Setiawan lagi.
Karena itulah, ratusan petani penggarap itu, datang ke Gedung Sate untuk minta perlindungan ke pemerintah. Mereka datang memakai beberapa truk. Mereka juga membawa tiga pohon pisang setinggi 1,5 meter dan satu kantong kresek tanah. Keempat barang bawaan itu, dilemparkan ke dalam halaman Gedung Sate. Pohon pisang dan tanah itu adalah simbol kehidupan petani yang dirampas pemerintah, yaitu PTPN VIII.
Dalam aksi unjuk rasa itu, hampir seluruh warga datang, mulai dari yang tua, pria, wanita, hingga anak kecil. Salah satunya Ida (55). Dia turut berdemo bersama suaminya, tiga anak dan delapan cucunya. "Sudah dua tahun ini kami sekeluarga jadi petani penggarap di lahan itu. Kami menyewa sepetak lahan di sana sekitar 40 tumbak. Tiba-tiba sekarang disuruh pergi karena ada perusahaan besar yang mau memakainya. Terus sekarang kami harus ke mana? Padahal kami dulu suruh tinggal di sana oleh pemerintah karena tidak mendapat bantuan gempa," katanya.
Juru Bicara AGRA Jabar Andi Nurroni, memaparkan, konflik pertanahan di Pangalengan Kab. Bandung terus meruncing yang menimbulkan konflik horizontal. Puncaknya adalah Senin silam ketika sejumlah massa dari PTPN VIII menyerang warga korban gempa bumi 2009 yang ditempatkan sementara di perkebunan Walatra. "Kami sangat prihatin dengan kejadian itu. Kami mencoba menuntut hak hidup dan mempertahankan diri. Padahal tanah yang digarap merupakan tanah terbengkalai yang dibiarkan. Namun setelah bernilai ekonomis, pemerintah begitu saja mengambilnya," ujarnya.
Atas dasar itulah, Andi berusaha mengetuk hati warga Bandung untuk menyumbang segelas beras bagi petani Pangalengan Kab. Bandung. "Para petani disana dalam kondisi serba kesulitan karena lahannya diserobot paksa oleh pemerintah," ujarnya.
Gerakan sumbangan itu nantinya akan ditangani Indonesia Bangkit yang merupakan gabungan beberapa ormas seperti Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Front Mahasiswa Nasional (FMN), Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Jabar Banten. "Caranya unik. Kami menghimpun beras dengan cara menjual segelas beras seharga Rp 2.000 kepada warga Kota Bandung dan sekitarnya. Untuk tahap awal ini, kami membawa 30 gelas beras. Uangnya nanti diberikan kepada para petani penggarap warga Pangalengan itu. Kami prihatin karena petani yang mestinya punya beras di lumbungnya, malah sulit dapat beras," kata Andi.
Andi menambahkan, aksi akan berlangsung hingga 24 Agustus 2011. Dia menargetkan, menargetkan bisa terkumpul 3 ton beras agar bisa dimanfaatkan oleh 1.500 keluarga petani di Pangalengan. "Kita asumsikan 1 keluarga mengkonsumsi 2 kilogram beras per hari. Jadi kalau terkumpul 3 ton beras, masyarakat Bandung telah menghidupi para keluarga petani di Pangalengan," ucapnya. (A-128/kur)***